Cerita Dewasa Akibat Tinggal Satu Apartemen Dengan Vivi

Cerita Dewasa Akibat Tinggal Satu Apartemen Dengan Vivi

Cerita Dewasa Akibat Tinggal Satu Apartemen Dengan Vivi

Comments Off on Cerita Dewasa Akibat Tinggal Satu Apartemen Dengan Vivi

Cerita Dewasa Akibat Tinggal Satu Apartemen Dengan Vivi – Mataku memandang sekeliling. Semua tampang tidak dikenal. Maklumlah.. aku anak luar kota yang kuliah di Ibukota. Hari ini hari pertama orientasi kampus.

 

Teriakan-teriakan senior menggema seharian.
“Ngapain lu ngeliatin gue! Jagoan lu yah?”
Hari gini masih sok berkuasa?
“Tidak kakak!” aku menundukkan kepala.
“Sana duduk!” didorongnya aku sampai terjatuh dan menimpa teman satu kelompok.
“Aduh! Sakit tahu!” Jerit gadis manis yang tertimpa diriku.
“Maaf! Rese nih senior! Beraninya cuma teriak-teriak doang.”
“Iya rese.. lu juga rese.. minggir lah.. buruan duduk nanti gue juga kena semprot!”
“Maaf.. maaf… BTW, nama gue Anton. Nama lu siapa?”
“Vivi”
“NGAPAIN LU BERDUA? NGOMONGIN GUA YAH?” teriak salah satu senior.
Kuliah sudah setahun lebih.
Aku sedang mencari tempat tinggal dekat kampus. Di tempat kosku ini mulai kurang nyaman.
Waktu survei pertama kali, karena belum tahu seluk beluk ibukota, aku memilih lokasi secara terpaksa.
Pulang pergi kampus selalu macet.
Naik angkutan umum selalu mencium bau keringat dan asap knalpot.
Untuk mencari makanan di sekitar kos juga susah.
Perkuliahan yang segera padat pun tidak menolong kenyamanan.
Pokoknya sudah kepengen muntah dah.
“Vivi, James, Anita, lu orang tahu tempat kos yang dekat kampus gak sih?
“Wah kaga tahu gue, Ton. Rumah gue kan memang dekat sini tapi kaga tahu juga kos-kosan di mana” sahut James.
“Gue tahunya kos-kosan eksekutif. Mahal banget. Sebulan bisa 3 juta lebih. Orang kantoran semua isinya” kata Anita.
“Emang kenapa tempat kos lu sekarang, Ton?”
“Susah cari makan dan jauh lagi dari kampus. Pengen cari yang dekat kampus nih. Biar bisa bangun siang-an.”
“Wah.. gue juga mau nge-kos nih, Ton. Rumah gue jauh di Selatan. Mending ngekos aja.” Vivi menimpali.
“Kita cari sama-sama aja. Cari kos-kosan yang bisa cowok dan cewek. Biar kita bisa pulang pergi bareng.”
“Ide yang bagus Vi!!”
Dalam seminggu ke depan, kami pun mencari ke sana-sini.
Yang cukup menarik perhatian adalah apartemen dekat kampus.
Masalahnya mahal kalo sewa sendirian. Tapi kalau dibagi dua, cocok deh harganya.
Vivi mana mau kalo tinggal bareng. Dia gadis muda yang cantik sekali.
Bibirnya tipis, senyumnya menawan, dan tubuh atletisnya selalu dibalut kaos ketat.
Tubuhnya selalu menebarkan parfum manis buah-buahan.
Pokoknya betah deh kalo duduk dekat-dekat Vivi.
“Vi, apartemen yang di sana itu gimana menurut lu?”
“Bagus sih Ton. Tapi mahal kalo sewa di sana. 1 unit 2 kamar sih. Kalau harganya setengah itu baru gua mau.
Lagian kan gue cuma pakai 1 kamar.”
“Pikiran gue juga sama Vi. Mahal kalo seorang yang ambil. Tapi enak. Dekat Kampus. Mau ke mall juga gampang.”
“Bener, Ton…”
Kita berdua terdiam tapi saling pandang…… dan Vivi pun tersenyum…
“Gimana kalau kita sewa itu apartemen, gue ambil 1 kamar, lu ambil yang satunya lagi.”
Mimpi di siang bolong nih.. malah Vivi yang ngusulin…
“Wah…. ide yang bagus Vi… tapi kaga apa sama bonyok lu kalo kita tinggal bersama?”
“Entar gue omongin dulu deh sama bonyok gue. Mereka kan dah kenal ama lu ini.”
***
“Ton… berita bagus… bonyok gue kaga keberatan kita sewa apartemen bersama. Asal jangan macam-macam aja.”
“Wah.. bagus banget Vi! Tapi gue kaga janji ah…..”
“Ha? Kaga janji apaan?”
“Kaga janji kaga macam-macam…”
“Ih.. elu tuh yah…” dicubit gemasnya aku berkali-kali.
“Aww…aww…aww..udah dong Vi! Kapan lu mau pindah? Ini kan baru tgl 15. Gue genapin dulu sampai akhir bulan yah”
“Iya Ton.. tanggung.. sampai akhir bulan aja. Awal bulan kita dah bisa tinggal sama-sama.
Entar pulang kuliah kita mampir ke apartemen itu deh. Kemaren gue dah tanya-tanya sama agen properti.
Hari ini dia mau kasih lihat beberapa unit yang siap disewakan.”
“Wah.. lu gerak cepat juga yah Vi. Ya dah nanti kita ketemuan di sini lagi baru jalan bareng ke sana.”
“Apartemen yang ini kayaknya yang paling cocok. Design interiornya menarik. Dan kamar mandinya ada bathtub..
walaupun bikin sempit sih. Harganya pun masuk akal. Gimana menurut lu, Ton?”
Aku yang belum pernah masuk ke apartemen manapun merasa terpukau dengan indahnya tata ruang di apartemen ini.
Tidak terlalu besar sih… ukurannya 45m2. 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi yang memang dipaksa ada bathtub.
“Kalo lu suka, yah kita ambil ini aja. Dapurnya juga bagus designnya.”
Kitapun memilih apartemen ini dan menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan agen property.
Kita meminta agar masa sewa mulai berlaku awal bulan mendatang tetapi dah boleh masuk untuk mengisi
barang-barang kami. Pemilik apartemen tidak keberatan.
Masa-masa tinggal bersama pun dimulai.
Kejadian-kejadian lucu dan memalukan sering terjadi.
Seperti satu waktu pas nonton tv bareng, tekanan gas di perutku tidak dapat ditahan dan keluarlah dengan suara menggelegar.
Vivi sampai melarikan diri ke kamarnya sambil memaki-maki.
Atau pas angkat jemuran karena hujan mulai turun. Vivi sewot karena malu BH dan celana dalamnya aku yang angkat.
Lha.. udah seharian dijemur di sana, kan aku juga sudah lihat dari tadi.
Atau pas aku kepengen buang air besar dan Vivi sedang berendam di bathtub.
“Vi.. buruan dong.. gue kepengen boker nih”
“Gue kan baru aja berendam, Ton!”
“Bukain dong.. Kaga tahan nih..”
“Enak aja lu.. gue kan lagi mandi..”
“Aduh.. Vi.. buruan dong!!”
“Ahh.. elu Ton.. Gue bukain tapi jangan langsung masuk. Tunggu gue panggil baru lu masuk.”
“Iya buruan buka!!”
Klik.. kunci kamar mandi sudah dibuka..
“Udah boleh masuk belom, Vi?”
“Bentar.. Ya dah.. masuk…”
Aku yang sudah tidak tahan.. segera masuk dan menuju toilet duduk yang tepat berada di sebelah bathtub.
Kubuka celana dan celana dalam bersamaan. Duduk dan langsung preeettt…..preetttt… preetttt…
Muatan besar langsung dikosongkan.
“Sialan lu, Ton.. pake bunyi mencret segala lagi.”
Baru aku sadar kalau Vivi memang masih di dalam dan sedang berendam dalam busa sabun yang melimpah.
Tangannya sedang menutupi hidung mancungnya, menghindari bau.
Kaga kepikiran seks deh waktu itu.. Sakit perutnya terlalu menyita perhatian.
Begitu mereda sakit perutnya baru aku lihat kalau Vivi memperhatikanku dengan seksama.
Takut kalau badan telanjangnya dinikmati oleh mataku.
“Kalau sudah selesai, keluar dong Ton.. Gue kan masih mandi nih.”
“Iya Vi…bentar dong”
Aku ambil semprotan air untuk membersihkan duburku dan… jreng..jreeng… tititku ngaceng!!
Gawat nih.. gimana tutupinnya?
Akhirnya aku nekat saja. Aku bangun dan mengambil celanaku di bawah dan memakainya sesegera mungkin.
Sepertinya Vivi melihat kelaminku, karena mukanya memerah dan dia buang muka ke arah lain.
Buru-buru deh aku keluar.
Sebagai laki-laki yang tinggal se-apartemen dengan wanita cantik, libidoku sering memuncak.
Kompensasinya adalah aku selalu masturbasi sendiri dengan meminjam BH dan celana dalam Vivi tanpa sepengetahuannya.
BH dan celana dalam Vivi selalu mudah aku ambil, sebab jadwal kuliah kami tidak selalu bersamaan dan kamar kami masing-masing tidak pernah dikunci.
Bahkan kalau malam hari, aku sering melongok ke kamar Vivi pas malam hari.
Vivi kalau tidur selalu memakai baju tidur terusan.
Dia tidak sadar pada saat tidur, baju terusannya sering terangkat sampai ke pinggang.
Memperlihatkan paha mulus dan celana dalam sexynya.
Pada saat itu aku selalu masturbasi sambil membayangkan mengelus paha mulusnya.
Aku tidak berani macam-macam dengan Vivi. Sudah tinggal bersama saja sudah bersyukur.
Hingga satu hari…….
Aku pulang ke apartemen sekitar jam 4 sore.
Panas banget di jalan. Aku segera membuka kaosku yang keringatan.
Duduk di sofa sambil merasakan hembusan AC yang sejuk.
Aku berjalan ke lemari pendingin untuk ambil minuman.
Pintu kamar Vivi sedikit tertutup.
Vivi hari ini tidak kuliah karena memang sedang kosong jadwalnya.
Biasanya dia keluar jalan-jalan sama teman-temannya tapi hari ini dia ada di kamarnya.
Tertidur. Sore-sore memang enak kalo tidur sebentar.
Paha mulusnya tentu saja terlihat jelas. Bahkan sampai lipatan vaginanya tercetak jelas di celana dalam transparannya.
Aku masuk perlahan-lahan untuk melihat lebih dekat.
Ah… bagus banget… semakin dekat aku teliti, ku perhatikan kalau vagina Vivi tercukur bersih.
Tidak tahan… aku segera mengeluarkan tititku dan mulai mengocok perlahan-lahan sambil memperhatikan belahan vaginanya.
Pemandangan yang sangat indah.
Kalau malam biasanya terlalu gelap untuk melihat sejelas ini.
Semakin lama semakin kupercepat kocokanku.
Kurasakan kalau aku segera memuncak…….
“Lu lagi ngapain Ton?” Tiba-tiba Vivi bangun dan segera terduduk.
Karena aku sudah dekat dengan puncak kenikmatan dan juga karena kaget.. CROTT..CROTTT..CROOTTT…
Tiga kali aku tembakkan spermaku tanpa terkontrol.
Semua gerakan terasa slow motion saat ini.
Kulihat spermaku terbang perlahan dan mendarat di muka Vivi yang kaget.
Setelah itu perlahan namun pasti spermaku meleleh dari mata dan hidung meluncur menuju bibir.
Dan… lidah Vivi bergerak perlahan membersihkan “kotoran” di bibirnya.
Saking kagetnya dan kagumnya akan gerakan lambat tersebut, aku sampai lupa menyimpan tititku dan hanya kupegangi saja.
“Sialan lu Ton! Masa gue disemprot begini!”
Tangannya membersihkan sperma yang menempel di wajahnya dan.. dan… dijilat bersih!
“Lu kalau mau masturbasi, bilang-bilang kek. Gua pikir maling masuk!”
Aku masih terbengong-bengong melihat pemandangan luar biasa tadi.
“Sperma lu enak juga yah!!” Sambil terus mengecap-ngecapkan lidah ke bibir.
“Sayang tuh… Sini gua telan semua sperma lu”
Aku masih terkesiap.. tidak tahu mau komentar apa.. dan Vivi sudah mendekatkan diri ke tititku.
Diambilnya titit yang sudah mulai melemas dan dibersihkannya dengan lidah yang sigap.
Dijilat ujung kepalanya, dijilat batangnya, dan dijilat bijinya.
“Uhhmmm… enak banget, Vi!!”
“Makanya kalo mau masturbasi bilang-bilang. Gua bantuin deh!”
Mukaku langsung memerah.
“Kok lu bisa mau langsung telan sperma gue sih, Vi?”
“Gue kan juga wanita. Butuh pelammpiasan seks juga. Gua sering ngebayangin telan sperma sih. Akhirnya kesampean. Thanks lho, Ton”
Tidak lama dijilat-jilat, tititku langsung mengeras lagi. Otak kotorku langsung bekerja.
“Vi, lu dah lihat titit gue.. Mau dong lihat lu telanjang juga.”
“Ih.. maunya.. Kalo bener mau, lu musti kasih gue foreplay dulu dong. Memek gua masih kering nih.”
Dengan segera aku mendorong Vivi ke atas ranjang dan mencium bibirnya dengan lembut.
Ini ciuman pertamaku. Perlahan-lahan lidahku kumasukkan ke dalam mulutnya.
Vivi menyambutnya dengan memainkan lidahnya ke lidahku.
Ah.. Nikmat sekali bibir manisnya. Hal ini semakin membuat keras tititku.
Kemudian aku pindah ke leher belakangnya.
Vivi menggelinjang. Geli katanya, tapi merangsang.
Kuteruskan ciumanku di sekitar lehernya yang jenjang.
Tanganku mulai beraksi dengan mengelus dada penuh Vivi.
Ah..kenyal.
Kuremas perlahan-lahan.. Vivi semakin menggelinjang.
Kurasakan payudaranya semakin mengeras, semakin menggemaskan.
Tidak tahan cuma mengelus, kuangkat daster Vivi sampai payudaranya terlihat jelas.
BH yang dipilihnya berwarna pink. Serasi dengan warna kulitnya yang putih.
Membungkus rapi payudara indah nan mengkal.
Aku hanya bisa terpana melihat payudara Vivi untuk pertama kalinya.
“Ayo! Jangan cuma dilihatin dong, Ton. Buka dong BH gua!”
“I..I..Iya, Vi!” Dengan gelagapan, aku meraih ke belakang tubuh Vivi.
“Lho.. kok kaga ada kaitannya Vi? Gimana bukanya?”
BH kali ini memang belum pernah aku lihat sebelumnya. Beda sama yang biasa aku pinjam untuk masturbasi.
“Dasar lu Ton.. Ini BH kaitannya ada di depan. Bukanya kayak gini nih”
Vivi melepas sendiri BH pinknya.
Terpampanglah sepasang bukit indah. Puncaknya mungil berwarna pink.
Mataku tak dapat lepas dari bukit-bukit ini.
Kedua belah tanganku segera menggantikan BH yang terlepas.
Terasa cukup berat juga. Memang ukuran dada Vivi adalah 36C.
“Hisap dong, Ton! Gua pengen ngerasain kalo nyusuin bayi gede gimana…”
Mendengar perintah tersebut, segera kuarahkan mulutku ke puting merah jambu dari bukit putih yang kiri.
Perlahan-lahan kuhisap. Masih belum percaya kalau sekarang aku sedang ‘menyusu’.
Empuk dan kenyal. Lembut dan halus. Luar biasa!
Vivi yang baru pertama kali disedot payudaranya langsung merasakan kenikmatan.
“Enak banget, Ton! Tahu gini dari dulu aja lu kenyot, Ton!”
Lidahku pun bermain-main di putingnya yang mulai mengeras.
Tangan kiriku bermain di payudara kanannya, juga mulai memilin dan memencet dengan gemas puting kanan.
Cukup lama aku bermain-main di payudara Vivi.
Vivi pun terus bergelinjang kenikmatan bahkan sampai mengalami orgasme pertamanya oleh laki-laki.
“Sampai yah, Vi?”
“Iya Ton.. Gua kaga nyangka baru dihisap elu aja, gua dah sampai.”
“Vi, lihat memek lu dong. Boleh yah?”
“Silahkan aja.. Asal lu jilat yah! Kan gua dah jilat titit lu tadi”
“Wah.. mana bisa gue tolak tantangan lu.”
Segera ku tarik celana dalam pink yang transparan itu.
Vivi mengangkat sedikit pantatnya agar mempermudah pelepasan celana dalamnya.
Begitu terlepas, Vivi segera mengangkang, memperjelas pemandangan lembah yang merangsang.
Memek Vivi terlihat bersih, dengan rerumputan halus yang tidak dapat menutupi keindahannya.
Rapat dan telah basah. Sangat basah.
Tititku semakin cenat-cenut.
Apakah aku bisa memasukkan tititku ke dalam lembah indah ini?
“Jangan cuma lihat dong Ton… katanya mau jilat memek gua?”
“Bentar dong, Vi.. Ini kan gue lagi melakukan foto secara mental. Biar keinget terus!”
“Dasar lu! Buruan ah! Cape ngangkang tahu!”
Segera kudekatkan wajahku ke memek Vivi.
Tercium wangi khas Vivi. Wangi badan Vivi memang seperti ini.
Cuma di bagian memek, seperti konsentratnya.
Wangi… wangi sekali..
Aku pun segera menjilat memek yang sudah basah dari tadi.
Ah… rasanya pun nikmat.. tidak ada bau pesing ataupun amis.
Aku pun melanjutkan jilatan ke memek Vivi.
Aku sapu seluruh permukaan. Tidak ada yang terlewat.
“Ah.. Ton.. di bagian ini enak dijilatnya.” Vivi menunjukkan clitorisnya.
Aku yang belum mengerti kenapa bagian itu enak dijilat, tidak membangkang.
Jilatan perlahanku di clitorisnya membuat Vivi melengkungkan badan mengalami nikmat.
“Terus Ton… lebih cepat Ton di situ.”
Cup..clup.. slurp.. cup.. slurp.. semakin cepat aku menjilati clitoris Vivi dan…
“AAAHHHHH…. Gua sampe lagi, Ton!!”
Dengan deras cairan kewanitaan Vivi keluar dan membuat mulutku becek.
Aku kewalahan menikmati cairan dewi ini. Kutelan secepat yang aku bisa dan sebanyak yang aku bisa.
Vivi segera terkulai lemas.
Tititku yang dari tadi menuntut pelampiasan, mengajakku mendekatkan kepalanya ke memek Vivi.
Vivi yang masih lemas, pasrah ketika kakinya kubuka lebar-lebar.
Kugesekkan perlahan-lahan kepala tititku di memek basahnya Vivi.
Gila.. enak banget. Hal ini selalu kubayangkan ketika masturbasi sambil menciumi BH dan celana dalam Vivi.
Vivi mulai merasakan kenikmatan kembali. Desahannya menambah nafsuku.
Perlahan-lahan kepala tititku mulai tenggelam di lembah hangat.
Kudorong keluar masuk sampai mentok di selaput daranya.
Vivi terlihat masih menikmati sodokan halusku. Dia tidak tahu kalau kepala tititku sudah tenggelam.
Hanya selaput dara nya yang menghalangi gerakanku.
Nafsu dan nalar berkelahi di pikiranku.
Apakah kuambil perawannya? Atau kunikmati saja seperti ini?
Sepertinya nafsuku yang menang…..
Baru saja hendak kulakukan sodokan keras, Vivi bangun dari posisinya dan membalikkan badan.
Menungging.
“Ton, ayo sodok dari belakang! Gua pengen ngerasain doggy style nih.”
“Ok, Vi!”
Wah dikasih posisi seperti ini… bisa langsung bolong nih..
“Vi.. kalo posisi kayak gini bisa bolong lho nanti… Yakin nih?”
Padahal aku dalam hati mau banget… kapan lagi wanita cantik telanjang bulat, nungging di depanku.
“Ah iya.. yah… tapi… gua dah nafsu banget Ton… bolongin aja deh Ton.. Gua pengen tahu juga rasanya titit lu di dalam gua.”
Mendengar itu aku langsung ambil posisi di belakang pantat Vivi dan mengarahkan tititku ke memek Vivi.
“Ok Vi.. gua juga pengen ambil perawan lu kok. Dah dari hari pertama ketemu elu, gue pengen ngerasain memek lu.”
Kusodok perlahan-lahan. Kepala tititku segera mentok selaput dara.
“Siap Vi? Gua sodok nih…hmmphh” Sodokan kerasku langsung merobek selaput dara Vivi.”
“ADUHHHH…. SAKIT.. Ton… pelan-pelan dong”
Vivi berusaha mencabut tititku dengan menjatuhkan diri ke depan tetapi keburu kutahan.
Pinggul Vivi kupegang sambil kurasakan tititku diremas-remas oleh memek Vivi yang belum terbiasa dimasuki benda asing.
Gila.. enak banget.
“Ton.. sakit tahu.. pelan-pelan yah..” Vivi memelas.
Kuturuti kemauan Vivi. Gerakan maju mundur secara perlahan kulakukan.
Vivi masih mengeluarkan rintihan halus. Perih katanya.
Memang masih berasa kesat gesekan ini. Terasa kering.
Tetapi secara perlahan kurasakan Vivi mulai basah kembali.
Gerakan maju mundurku semakin lancar tetapi belum kupercepat.
Rintihan berubah menjadi desahan. Vivi mulai menikmati tititku.
Secara pasti kupercepat gerakanku dan desahan Vivi semakin sering pula.
Setiap sodokan masuk, Vivi mendesah.
“Ah… Ah… Ah….Ah.. Ah…”
Desahan Vivi sangat sexy.
Jika hanya mendengar Vivi mendesah seperti ini saja, aku pasti terangsang.
Tetapi ini bukan mimpi… aku memang sedang menyetubuhi Vivi.
Dan desahannya adalah desahan karena menikmati permainan tititku.
Aku bahagia sekali.
“Ton.. kok jadi diperlambat… ayo dipercepat.. enak banget nih.”
Lamunanku ternyata mengubah permainanku.
“Sorry Vi.. masih kaga nyangka kalo sekarang gue lagi bersetubuh ama lu.”
“Iiihhh… lu bikin gue malu aja.. buruan ah ngentotnya.. pengen nyampe lagi nih.”
“Ok, Vi.” Kupercepat dan percepat sodokanku.
Badan Vivi semakin menegang dan semakin keras Vivi mendorong pantatnya ke belakang setiap sodokanku.
Desahan Vivi berubah menjadi teriakan kenikmatan.
“AAAAHHHH… Gue sampe lagi, Ton”
“Gue juga bentar lagi, Vi…”
Semakin cepat dan semakin cepat gerakan maju mundurku.
Kurasakan sebentar lagi aku akan meledak.
Di dalam atau di luar yah?? Di dalam atau di luar yah??
Berulang-ulang aku berpikir… belum sempat aku ambil keputusan…
“Ah.. Vi…” Crot.. Crot.. Crot…
Aku menyemprot lembah subur Vivi dengan benih cinta.
“Gila Ton.. enak banget sih dientot elu. Entar lagi yah..”
Aku masih lemas dan tititku pun belum selesai menyemprotkan air maniku, Vivi sudah minta lagi.
“Cabut dong Ton.. gue jadi geli nih.”
Didorongya diriku dengan mudah.
Aku terbaring di sebelahnya dan memeluk erat.
“Thanks yah Vi.. Gue belum pernah ngerasain kenikmatan seperti ini.”
“No.. no..no… Thank you, Ton. Itu barusan enak banget. Gue kayaknya nyampe berkali-kali.”
Kami pun berpelukan sambil tertidur kembali.
Aku terbangun ketika sudah pukul 7 malam.
Vivi masih tertidur di sebelahku.
Masih telanjang.
Ah.. berarti tadi benar bukan mimpi. Vivi telah memberikan perawannya kepadaku.
Aku bergeser perlahan. Kebelet pipis.
Setelah aku menyelesaikan urusan kecilku, perutku menuntut perhatian.
Lapar! Wah makan apa yah?
Aku pun membuka-buka lemari dan kulkas, mencari apa yang bisa dijadikan makan malam.
Ternyata masih ada spaghetti.
Bikin Spaghetti Aglio Olio saja deh. Vivi sangat suka Aglio Olio-ku.
Aku merebus spaghetti. Iris bawang putih 3 siung.
Sosis kupotong kecil-kecil. Baso sapipun kurebus sekalian spaghetti.
Spaghetti kuangkat dan kusiram dengan air dingin.
Ini untuk menghilangkan bau spaghetti.
Kupanaskan minyak zaitun, kutumis bawang putih.
Wangi harum bawang putih memenuhi seluruh apartemen.
Sosis dan baso menyusul.
Telur pun kutaruh. Ongseng-ongseng sampai telur matang.
Spaghetti kutaruh dan kutumis sebentar.
Voila.. jadi deh Aglio Olio.
Tinggal taruh Italian herbs deh.
Vivi rupanya sudah bangun. Dia duduk di pinggir ranjang mengusap-usap matanya.
Badannya yang langsing membuat dadanya yang cukup besar terlihat seperti buah pepaya ranum siap dipetik.
“Pas banget bangunnya, Vi. Ayo makan.”
“Wah.. Aglio Olio yah.. udah lama lu kaga bikin ini.”
Kami pun duduk berseberangan.
Seumur-umur tidak pernah ngebanyangin makan bareng wanita cantik dan kita berdua tanpa busana.
“Servis lu luar biasa deh, Ton. Abis dientot masih dikasih makan.”
“Bisa aja lu, Vi. Sekali lagi thanks yah, Vi. Lu kasih gue perawan lu.”
“Iya Ton.. Gue sebenarnya kaga kepikiran sampai ke sana sih… tapi nanggung dan ternyata enak.”
“Wah.. gue jadi merasa bersalah nih.”
“Jangan gitu Ton.. kan gue yang ngijinin. Lagian.. menurut lu memangnya kenapa gue ajak lu tinggal bareng?”
“Hah? Maksud lu?”
“Iya…” Vivi mengunyah spaghetti di mulutnya baru melanjutkan “Gue sebenarnya naksir sama lu juga”
“Yang bener lu? Gue dari pertama kali ngeliat lu dah jatuh cinta.”
“Hahahaha.. Love at first sight yah?”
“Iya..” mukaku terasa hangat karena malunya.
Vivi memang wanita yang tegas dan tahu dia mau apa.
Tidak ada yang bisa menghalanginya jika dia sudah ambil keputusan.
“Ortu gue aja sampai bingung waktu bilang mau ngekos dekat kampus. Padahal pulang ke rumah masih bisa.”
“Iya.. gue juga bingung waktu lu bilang mau ngekos, Vi.”
“Abis gue gemas sama lu, Ton. Dah setahun lebih kita kenalan tapi lu kaga pernah bergerak juga. Makanya gue ajak kos bareng.”
“Wah.. kejebak gue…hahahahaha…tapi kejebak nikmat nih.”
“Awas lu yah, Ton.” Vivi mencubit lenganku dengan gemasnya.
“Oww.. Sakit…”
“Pasti kalah deh sakitnya pas lu jebolin gue. Gila sakit banget tadi.”
Vivi bangun dan terus mencubit-cubit lenganku.
Aku melarikan diri ke kamar dan Vivi mengejarku.
Aku menjatuhkan diri ke atas ranjang.
Vivi menyergapku dan duduk tepat di atas tititku.
“Wow.. sudah keras lagi, Ton? Mau maen lagi?”
Aku hanya bisa menganggukkan kepala menanti kenikmatan.
Vivi memegang tititku dan mengarahkannya ke memeknya yang rupanya juga sudah basah kembali.
Masih sedikit sulit masuk karena memang memek yang baru pertama kali dibolongin masih cukup rapat.
Perlahan-lahan Vivi mulai menurunkan badannya, membuat tititku semakin tenggelam, menghilang di dalam kolam kenikmatan.
Vivi mulai menggerakkan pinggulnya. Maju mundur.
Buah dadanya bergoyang dengan anggunnya.
Pemandangan yang sangat indah membuatku ingin menghisapnya.
Aku mengubah posisi sehingga bisa menggapai dada Vivi dan menggiringnya ke mulutku.
Lembut, kenyal, besar dan halus.
Reaksi Vivi langsung berubah lebih beringas.
Rupanya titik rangsangnya berada di payudara.
Semakin kuhisap dengan kencang, semakin Vivi gelagapan.
Pentil pinknya kumainkan kembali dengan lidah dan Vivi semakin menjadi-jadi.
Tiba-tiba badannya melengkung ke depan membuatku tersekap oleh payudara besarnya.
Rupanya Vivi telah sampai lagi.
Vivi kelelahan dan merebahkan diri ke ranjang.

Aku yang dibuatnya jadi tanggung tidak mau membiarkan Vivi beristirahat.
Posisi missionaris membuatku bisa beraksi dan Vivi beristirahat.
Tititku pun masih mengalami kesulitan masuk. Benar-benar masih rapat.
Perlahan-lahan mulai kugarap.
“Vi.. lu benar-benar sexy deh. Cantik dan baik hati”
“Gombal lu, Ton.”
“Beneran lagi, Vi”
Muka Vivi menjadi merah dan kakinya segera melingkari pinggulku.
Membuat tititku semakin dalam menancap liang kewanitaannya.
Keluar masuk dengan lembut, karena aku masih merasakan memek Vivi belum terbiasa dengan tititku.
Perlahan dan pasti aku semakin mempercepat gerakanku.
Dan akhirnya aku pun menyemprot kembali di dalam rahim Vivi. Crot.. Crot…
“Hangat, Ton… Enak..”
“Apanya yang hangat, Vi?”
“Itu sperma lu. Berasa hangat dan mengalir ke dalam gue.”
Vivi segera mengambil bantal dan mengganjal pinggulnya.
Aku tidak mengetahui maksudnya ini.
Baru dua bulan kemudian Vivi memberitahuku kalau dia hamil.
Dia tidak mendapatkan mens dan pergi memeriksakan diri ke dokter dan hasilnya positif hamil.
Wah.. aku bahagia sekali.. walaupun belum lulus kuliah tetapi sudah bisa menjadi ayah.
Memang aku tinggal sidang skripsi sebelum lulus tetapi tawaran kerja dari tempat magangku memastikan posisiku di perusahaan setelah aku lulus.
Aku siap untuk bertanggung jawab.
Ortu Vivi memang sudah siap kalau Vivi hamil. Mereka sudah siap sejak Vivi tinggal bersamaku.
Kata mereka, “Vivi keras kepala dan memang sudah naksir kamu sejak dulu.”
“Begitu mau tinggal bareng kamu, kami jelaskan resikonya. Terus dia bilang memang mau kawin sama kamu.”
Vivi merah padam ketika cerita ini disampaikan.
“Anton.. kami berdua sungguh lega kalau kamu mau bertanggung jawab. Kapan pernikahannya? Jangan lama-lama.
Nanti perut Vivi sudah terlalu besar. Kalo akhir bulan bagaimana?”
“Akhir bulan, Om? Cepat juga yah.. tapi saya belum ada modal untuk pesta, Om. Nikah tamasya aja yah?”
“Tidak masalah nikah tamasya. Orang tua kamu sudah tahu?”
“Belum, Om. Rencananya setelah ini saya akan segera pulang kampung dua hari bersama Vivi.”
“Bagus kalau begitu.”
Kami pun melangsungkan pesta pernikahan sederhana, hanya keluarga dan teman-teman dekat.
Vivi terlihat manis dalam gaun pengantin putih Ivory.
Dadanya terlihat siap menyembul keluar.
Memang kami sengaja memilih gaun yang menguatkan aksen sexy Vivi.
Bahkan pada saat lempar bunga, bukan bunga yang dilemparkan.
Vivi merogoh ke roknya dan menarik celana dalam G-String putihnya.
Dilemparkan ke teman-teman pria yang benar-benar barbar berebutan.
Kami tertawa bersama melihat kejadian itu.
Malam harinya kami habiskan dengan sex berbagai posisi.
Kami telah menikah selama 5 tahun dan sudah mempunyai 2 orang anak sekarang.
Kami masih tertawa membicarakan kejadian awal pacaran singkat dan langsung menikah ini.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

MONA4D

PutriBokep

Create Account



Log In Your Account